The term evangelism broadly has the meaning of proclaiming the good news to
others, but it is specifically interpreted as an effort to convey the gospel to others and often
causes fear to the news bearers because they already have their respective beliefs. It is very
different from what should happen as in the Bible in that they preach the news of joy without
fear because it is a fact and joy follows them. Jesus' disciples convey it lightly because it is a
grace that they can proclaim their happiness and joy based on what they experience. Meanwhile,
in the context of Indonesia, evangelism becomes a place for debate and rubs against the spirit
of brotherhood and tolerance. So how exactly should this evangelism be carried out in the
Indonesian context theologically with regard to apologetics, conversion and transformation.
Istilah penginjilan secara luas memiliki arti sebagai mewartakan kabar baik kepada
orang lain, namun secara khusus dimaknai sebagai upaya untuk menyampaikan Injil kepada
sesama dan tidak jarang menimbulkan ketakutan bagi si pembawa berita karena mereka sudah
memiliki keyakinan masing-masing. Hal ini sangat berbeda dengan apa yang semestinya terjadi
seperti di dalam Alkitab bahwa mereka menyampaikan kabar sukacita itu tanpa takut karena itu
sebuah fakta dan sukacita mengikuti mereka. Murid Yesus menyampaikannya dengan ringan
karena itu merupakan kasih karunia bahwa mereka dapat mewartakan kebahagiaan dan sukacita
mereka berdasar apa yang mereka alami. Sementara itu dalam konteks Indonesia justru
penginjilan ini menjadi ajang perdebatan dan bergesekan dengan semangat persaudaraan dan
toleransi. Jadi bagaimana sesungguhnya penginjilan ini seharusnya dilakukan dalam konteks
Indonesia secara teologis berkaitan dengan apologetika, konversi dan transformasi.